Jejak Digital, Pengalaman Mewawancarai Pencari Kerja di Start Up

Jejak Digital, Pengaman Mewawancarai Pencari Kerja di Start Up

Jejak Digital
Oleh: Yusran Darmawan (Blogger)

“Kamu lahir tahun berapa?” tanyaku.

“Lahir tahun 2004” jawabnya.

“Hah?”

Pikiran saya menerawang. Tahun 2004, saya sudah naksir banyak perempuan, meskipun selalu ditolak. Seorang rekan sebaya saya malah sudah menghamili pasangannya. Sementara perempuan yang saya hadapi ini baru lahir. Kini, dia menemui saya via zoom untuk wawancara kerja.

Pekan silam, saya dan sejumlah orang diminta mewawancarai sejumlah talent yang akan direkrut satu perusahaan start-up. Saya tak punya pengalaman mewawancarai pencari kerja. Tapi karena puluhan posisi yang ditawarkan ada kaitannya dengan dunia menulis, kreator konten, dan tim kreatif, saya diminta memberi rekomendasi siapa kandidat yang layak.

Tentu saja, selagi ada honor, saya siap melakukan apapun. Hehe.

Berkat wawancara, saya paham banyak hal. Di antaranya, jumlah pencari kerja terus bertambah. Kata panitianya, jumlah pelamar mencapai 800 orang. Mereka bersaing ketat untuk posisi yang tak begitu banyak. 

Selain itu, tak semua pelamar kerja adalah anak muda. Ada beberapa di antaranya yang lahir tahun 1970-an. Saya paham ekonomi kita sedang rentan. Banyak orang hebat kehilangan pekerjaan, dan bersedia digaji murah. Banyak yang harus ikhlas bersaing dengan anak muda, yang usianya pantas jadi anaknya.

Apa yang ada di pikiran pewawancara? Nah, saya bocorkan beberapa hal.

Pertama, ijazah dan transkrip nilai tidak penting. Setidaknya untuk kerja kreatif. Jadi, jika Anda masih kuliah, jangan terlalu fokus mengejar nilai setinggi-tingginya. Sebab saat melamar kerja, ijazah dan transkrip hanya dilirik sekilas. Bahkan, Anda lulus di mana, juga tak penting.

Barangkali, semua syarat itu akan penting jika Anda melamar dosen. Tapi jika melamar untuk kerja-kerja kreatif, hal terpenting adalah portofolio. Tunjukkan apa saja karya yang pernah Anda buat, apa saja kegiatan sosial yang pernah dijalani, perlihatkan buku atau foto yang pernah dibuat, ceritakan apa saja pengalaman yang bisa memperkuat pekerjaan. 

Di perusahaan itu, ada beberapa lulusan SMA yang gajinya dua digit, mengalahkan lulusan sarjana yang hanya jadi admin. Lulusan SMA itu punya talenta sekelas dewa. Untuk kerja kreatif, imajinasinya membumbung tinggi, dan tak terkejar oleh yang lain. Punya leadership dan multi-tasking. Serba-bisa.

Kedua, pentingnya public speaking. Dalam waktu 10-15 menit, Anda harus bisa meyakinkan pewawancara bahwa Anda kandidat yang layak. Kemampuan berbicara dan meyakinkan adalah senjata terpenting. Makanya, Anda harus terbiasa bergaul. Harus berani berbicara di depan orang baru. Sesekali harus show up untuk tunjukkan kapasitas. 

Di titik ini, mereka yang terbiasa berorganisasi akan punya nilai lebih. Selagi muda, jangan ragu ikut dalam berbagai organisasi, termasuk jadi relawan di banyak kegiatan. Semakin banyak pengalaman, maka semakin tinggi jam terbang. Peluang akan semakin besar.

Nah, setelah sepekan proses wawancara, saya meluluskan perempuan kelahiran tahun 2004 ini beserta beberapa kandidat lain yang paling layak. Mereka punya talenta hebat. Mereka muda dan bisa melihat banyak peluang ke depan.

Saya lega karena prosesnya selesai. Saya kembali ke rumah, dan mengurus kucing. Semalam, staf HRD perusahaan itu menelepon saya.

“Abang Ganteng, dari beberapa nama yang Abang usulkan, ada yang kami tolak untuk jadi karyawan,” katanya.

“What?”

“Kami sudah melakukan tracking profil mereka di media sosial. Rupanya, jejak digital di medsos banyak diisi kabar kebencian pada minoritas, umpatan dan makian. Bahkan mereka berucap syukur saat melihat kekerasan,”

“Kok bisa?”

“Iya bang. Perusahaan ini punya relasi dengan banyak kalangan. Dari berbagai etnik dan agama. Bahkan relasi kita banyak di luar negeri. Mempekerjakan karyawan dengan mindset seperti itu akan jadi masalah di masa depan.”

Saya terdiam. Bertambah lagi pengetahuan saya. Bahwa saat bersaing di dunia kerja, jejak digital sangat penting. Pihak pemberi kerja akan menelusuri siapa Anda melalui postingan, serta apa saja yang Anda pikirkan. 

Saya membayangkan beberapa talenta hebat yang kehilangan kesempatan saat sudah berada dalam genggaman. Pasti mereka sedih, sebagaimana kesedihan saya dahulu ketika cinta ditolak. Dulu, saya hampir minum Baygon, entah bagaimana mereka.

Post a Comment

Lebih baru Lebih lama